Tuesday, December 30, 2014

Bertitel Versus Bertato

Aku akan menceritakan hasil curi dengar disebuah angkot menuju rumah (Gak tahan kalau gak nguping, hehhe...). Waktu itu aku memperhatikan dan mendengar obrolan pak supir dengan dua orang penumpang yang ada disampingnya. Berikut ceritanya teman-teman....

Kala itu cuaca mendung disertai sedikit gerimis. Aku buru-buru berlari menuju angkot yang sudah menunggu di pintu keluar stasiun. Setelah penumpang penuh dan angkot kami melaju, dimulailah obrolan atau mungkin lebih tepatnya "curhatan" pak Supir. Karena dialah yang dominan dalam obrolan tersebut.

Awalnya, penumpang yang duduk paling pinggir bertanya kepada pak Supir: "Pak itu tiap ngetem bayar?"
"Iya bayar, terus tiap bulan juga kasih jatah", jawab supir angkot itu singkat.

Hal inipun kemudian ditimpali oleh penumpang yang duduk persis di sebelah pak Supir. Dari mimik mukanya nampak dia kurang nyaman karena kakinya selalu tertekan tiap kali pak Supir memindahkan persneling mobilnya. Pria itu berkata: "Wah preman di mana-mana ya Pak?"

Pak Supir kemudian berucap: "Wajar pak, negara kita memang sudah rusak, jangankan mereka yang Nol tidak sekolah, yang pake gelar "S" saja masih suka maling, korupsi. Menteri agama saja korupsi pak, gimana orang yang gak sekolah?" jawab pak Supir dengan ketus. Kemudian dia menambahkan lagi, "presiden PKS aja korupsi pak!"

Dua penumpang tadi pun hanya mengangguk mengiyakan jawaban pak Supir.

Aku yang duduk persis di belakang pak Supir langsung berpikir. Benar juga apa yang dikatakan oleh supir itu. Para pejabat, orang pintar, mereka yang mendapatkan kesempatan meraih level pendidikan dan status ekonomi tinggi, termasuk mereka yang mendapatkan kehormatan karena statusnya sebagai pemuka agama ataupun orang yang suci nyatanya berani untuk berbuat curang.

Mereka tidak berbeda jauh dengan preman tadi yang meminta uang sewaktu angkot yang kunaiki sedang ngetem. Kelakuannya bahkan bisa dikatakan lebih buruk karena segenap predikat yang disandangnya. Masyarakat mungkin masih bisa mahfum dengan kelakuan "preman kampung" yang kerap meminta uang kepada supir angkot, pedagang, dan sebagainya dengan menggunakan segala ancaman dan tindakan kekerasan lainnya karena memang mereka pengangguran, tidak sekolah dan bahkan tidak mengerti ajaran agama.

Tapi para koruptor yang saat ini dipampang di televisi jelas berpendidikan tinggi, terhormat, banyak pula yang paham ajaran agama tapi toh justru berbuat culas. Sehingga, mesti sama-sama berbuat jahat, tapi masyarakat memiliki penilaian yang berbeda terhadap "preman kampung" dan "preman berdasi"

Lagi-lagi, ini merupakan ungkapan tulus yang disampaikan oleh masyarakat bawah. Sebuah perspektif yang objektif karena bebas dari kepentingan para elite. Semoga, elite kita sadar, beginilah publik memandang mereka. Wahai kaum intelek, pejabat, hartawan, pemuka agama, dan para pesohor lainnya, Bagaimana anda akan merubah pandangan masyarakat tersebut?? Bagaimana anda akan meyakinkan mereka??